Kuliner Khas Lombok yang Selalu Hadir di Meja Perayaan Idul Adha
Lebaran di Desa Mekarsari tak lengkap tanpa aroma sate pusut yang mengepul dari tungku kayu bakar. Kuliner khas Lombok ini bukan sekadar santapan, melainkan warisan tradisi yang mengikat rasa dan makna dalam setiap lilitannya.
Mekarsari, Narmada — Di pagi menjelang Idul Adha, warga Dusun Tempit sibuk bukan hanya menyiapkan baju lebaran atau membersihkan halaman rumah, tetapi juga meracik bumbu, mencincang daging, dan memarut kelapa muda untuk membuat satu menu istimewa: Sate Pusut.
Sate pusut adalah kuliner tradisional khas Lombok yang dibuat dengan cara melilitkan daging cincang berbumbu pada tusukan sate besar. Tak seperti sate biasa yang menggunakan potongan daging utuh, sate pusut mengutamakan kelembutan tekstur daging yang sudah dicampur parutan kelapa muda, sedikit santan, dan bumbu khas Sasak yang pedas menggugah selera.
“Setiap Idul Adha, kami selalu buat sate pusut. Sudah jadi tradisi sejak zaman orang tua kami dulu,” tutur Idun, warga Dusun Tempit, Desa Mekarsari, saat ditemui tengah sibuk mempersiapkan adonan sate di dapur rumahnya, Kamis sore (11/9). Baginya, sate pusut adalah menu wajib yang tak boleh absen saat lebaran kurban.
Lebih dari Sekadar Hidangan
Nama "pusut" dalam bahasa Sasak berarti "lilit". Sate ini unik karena proses melilitkan adonan daging ke tusuk sate menjadi seni tersendiri. Setelah dibentuk rapi, sate dibakar di atas bara api hingga matang dan harum.
Cita rasanya khas: gurih dari kelapa dan santan, pedas rempah yang menggigit, serta aroma daging sapi atau kerbau yang dibakar perlahan. Biasanya disajikan bersama nasi putih, urap sayur, dan sambal beberok tomat mentah.
Sate pusut di Mekarsari bukan hanya soal rasa, tetapi juga soal momen. Proses memasaknya dilakukan secara gotong-royong, dari ibu-ibu yang menyiapkan bahan, anak-anak yang belajar melilit, hingga para bapak yang bertugas memanggang.
Hangatnya Tradisi, Lezatnya Warisan
Masyarakat Desa Mekarsari, terutama di Dusun Tempit, menjadikan sate pusut sebagai simbol kebersamaan. Hampir di setiap rumah, jelang Idul Adha, aroma sate pusut mengepul dan menyapa tetangga-tetangga sekitar.
“Kalau belum ada sate pusut, rasanya belum lebaran,” ujar Idun sambil tersenyum lebar.
Dari generasi ke generasi, tradisi ini terus dilestarikan. Di setiap lilitan daging pada tusuk kayu, tersimpan kisah tentang budaya, kekeluargaan, dan kecintaan pada warisan kuliner lokal. (abs)
Jamiri Adnan
21 November 2024 15:01:25
Kami sebagai masyarakat sangat mendukung adanya kegiatan pelatihan jurnalistik yang di selenggarakan...